Globalisasi dan Era Ketidakpastian: Zygmunt Bauman

Ayu Dwi Marintan
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Globalisasi Ketidakpastian


Zygmunt Bauman, seorang sosiolog yang berasal dari Polandia yang lahir  pada 19 November 1925 di Poznan, Polandia. Zygmunt Bauman mendapat gelar Profesor Sosiologi pada tahun 1968 di Universitas Warsawa Polandia, Bauman merupakan sosiolog yang menjadi tokoh di Eropa sekaligus Sosiolog yang paling berpengaruh dalam bidang Sosiologi. Salah satu hasil pemikirannya yang terkenal adalah mengenai Globalisasi. Pemikiran Bauman ini, dipengaruhi oleh beberapa tokoh antara lain Anthony Giddens, Karl Marx, Max Weber. 


Melalui salah satu karyanya, Zygmunt Baumant yaitu Globalisasi: Konsekuensi Manusia (1998), Bauman memandang globalisasi dalam pengertian “Perang ruang”. Menurut Bauman globalisasi dipengaruhi oleh faktor kemampuan mobilitas. Sedangkan mobilitas sendiri yang menjadi faktor terbentuknya stratifikasi yang dominan. Menurut Bauman hanya orang yang mempunyai mobilitas yang mampu menguasai dunia dan mampu memaknai dirinya sendiri, begitupun sebaliknya. Globalisasi telah mempersingkat jarak dengan waktu tempuh yang lebih cepat, sehingga mendorong banyak orang untuk turut mempercepat produktivitas mereka dan memperebutkan modal yang ada. Singkatnya, globalisasi dan perkembangan teknologi-informasi adalah kendaraan kapitalisme-neoliberal yang menyebabkan adanya ketidakpastian.


Menurut pemahaman saya, globalisasi merupakan suatu proses masuknya ruang lingkup dunia yang akan memberikan dampak bagi orang yang mampu meneria globalisasi dengan baik maupun orang yang tidak mampu menerima globalisasi. Dalam globalisasi mobilitas sosial seseorang akan membedakan seseorang dalam stratifikasi sosial. Yang menjadi pemenang dalam perang ruang ini adalah mereka yang memiliki mobilitas dan mampu bergerak bebas di seluruh penjuru muka bumi dan dalam proses menciptakan makna untuk diri mereka sendiri.


Globalisasi dan perkembangan teknologi-informasi telah memungkinkan terciptanya sebuah dunia baru. Contohnya dapat dilihat pada RUU Cipta Kerja (RUU Ciker), terutama bagian penghapusan pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Secara tekstual, pasal tersebut mengatur tentang syarat perjanjian kontrak. Kondisi yang membuat seseorang bisa bekerja dalam sistem kontrak, hingga lama waktu sampai perpanjangan kontrak. Apabila pasal tersebut dihapus, maka terjadi fleksibilitas pasar tenaga kerja yang menyerahkan urusan tenaga kerja pada “pemberi” dan “penerima” kerja, sehingga tingkat upah lebih fluktuatif dan perlindungan dari pemerintah jadi terbatas.
    
Referensi:
Teori Sosiologi Edisi kedelapan  2012, George Ritzer (2012 : 983-985)


Rajagukguk, Zantermans. 2010. “Pasar Kerja Fleksibel Versus Perlindungan Pekerja di Indonesia.” Jurnal Kependudukan Indonesia 1-28.


Fansuri, Hamzah. (2012). Globalisasi, Postmodernisme Dan Tantangan Kekinian Sosiologi Agama. Jurnal Sosiologi Islam. Vol.2, No.1, April 2012 (1-16)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fungsi dan Disfungsi Konflik Sosial Menurut Lewis A. Coser

Memahami konsep Ideologi dan Utopia : Karl Mannheim

TEORI DRAMATURGI-ERVING GOFFMAN