TEORI DRAMATURGI-ERVING GOFFMAN

Ayu Dwi Marintan
Teori Sosiologi Modern A
Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

TEORI DRAMATURGI ERVING GOFFMAN

Erving Goffman lahir di Alberta, Canada pada 11 Juni 1922 dan meninggal pada 19 November 1982.Ia adalah seorang sosiolog yang cukup berperan dalam perkembangan Sosiologi Amerika modern. Ia dikenal luas sebagai tokoh utama dalam pengembangan teori interaksi simbolik dan teori dramaturgi. 

Dalam mengembangkan teorinya, Goffman dipengaruhi oleh beberapa tokoh diantaranya, W.I. Thomas, George H.Mead, dan Robert E. Park, George Simmel, Wiliam James, Herbert Blummer, Spencer, Marx, dan Durkheim. Namun, konsepsi pemikirannya banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh intraksionisme simbolik dari mazhab Chicago.

Salah satu yang terkenal ialah teori Dramaturgi. Saya mendengar istilah dramaturgi dari mata kuliah Pengantar Sosiologi di semester awal perkuliahan. Perkenalan saya dengan teori dramaturgi berlanjut,  setelah saya membaca beberapa tulisan berkaitan dengan teori dramaturgi, salah satunya jurnal ilmiah yang berjudul Paradigma Teori Dramaturgi Terhadap Kehidupan Sosial. Dramaturgi yang dicetuskan Goffman merupakan pendalaman konsep interaksi sosial, yang lahir sebagai aplikasi atas ide-ide individual yang baru dari peristiwa evaluasi sosial ke dalam masyarakat kontemporer. Goffman menyatakan bahwa hukum interaksi sosial bisa ditemukan pada hukum panggung ( stage ) atau individu yang memainkan peran di penampilan teater drama pertunjukan.

Teori dramaturgi merupakan sebuah teori yang menjelaskan bahwa dalam berinteraksi satu sama lain sama halnya dengan pertunjukkan sebuah drama. Dalam hal ini, manusia merupakan aktor yang menampilkan segala sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu melalui drama yang dilakukannya. Goffman menyatakan bahwa individu selalu memiliki dua hal yang berbeda, saat di panggung depan (front stage) atau panggung belakang (back stage). Panggung depan menunjuk pada sebuah drama yang dipentaskan, dimana perilaku pemain tentu dikendalikan, karena drama itu dipertontonkan. Dalam panggung depan, individu melakukan apa yang dikatakan Goffman sebagai make work. Berbeda dengan penampilan depan panggung, pada panggung belakang para pemain lepas dari sorotan penonton sehingga tentu akan ada yang berubah dari penampilannya saat didepan panggung.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu menginginkan agar dipandang sebagai orang yang baik dan memiliki pesona yang positif saat berinteraksi dengan orang lain. Sehingga kita berusaha untuk memperlihatkan image yang baik kepada orang lain. Hingga membuat kita menyembunyikan banyak hal.

Saya berikan contoh sederhana, implementasi teori dramaturgi dalam kehidupan sehari-hari. Ada seorang remaja berusia 20 tahun bernama Yuli, lahir dari keluarga sederhana dan tinggal di daerah pelosok. Di usia remajanya, ia banyak menghabiskan waktu untuk bermain bersama teman-temannya. Meski ia berasal dari keluarga sederhana, ketika bermain bersama teman-temannya, Yuli selalu berusaha untuk menutupi stigma diskreditabel itu dengan membeli barang-barang mahal untuk menunjang penampilannya. Yuli juga gemar jalan-jalan dan berburu kuliner, kemudian ia mengunggahnya dimedia sosial. Sesampainya dirumah ia berpenampilan biasa saja, berbeda ketika ia sedang bersama teman-temannya. Ia juga makan dengan sayur dan tahu, berbeda dengan apa yang ia posting dimedia sosial, yang menunjukkan ia sedang makan direstoran mewah. Stigma tadi tertutupi sehingga orang orang di panggung depan akan menganggap dia adalah orang kaya. Padahal Yuli hanya berusaha memperlihatkan image yang terbaik untuk mendapat validasi dari orang lain.

Referensi : 

JOM FISIP Vol. 5: Edisi II Juli – Desember 2018.

Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume II, No 2, Juli 2012.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fungsi dan Disfungsi Konflik Sosial Menurut Lewis A. Coser

Memahami konsep Ideologi dan Utopia : Karl Mannheim